Matahari telah menghilangkan cahayanya dari bumi. Malam pun tiba, diluar rumah terasa sunyi, didalam rumah penuh dengan suara. Jam menunjukkan pukul 20:00 Waktu Indonesia Barat. Tiba-tiba seorang perempuan menelepon ku di malam itu. Oh, ternyata perempuan itu adalah pacar ku sendiri.
Dia seperti matahari, kadang ada kadang menghilang. Tapi tiap keberadaannya selalu memberi kehangatan layaknya matahari. Malam itu pertama kalinya dia menelepon ku setelah hilang 1 bulan lamanya. Tanpa menunggu lama, aku pun langsung mengangkat telepon ku.
Halo adalah kata pertama yang aku keluarkan dari mulut ku untuk menyapanya di telpon.
"Ada yang mau aku omongin." katanya.
Entah kenapa jantungku berdetak cepat sekali waktu itu, layaknya setelah olahraga tapi tidak kelelahan.
"Iya ngomong aja." kataku sambil menghirup nafas dalam-dalam.
Tapi sebelum dia melanjutkan omongannya, aku memutuskan untuk berjalan keluar jauh dari rumah. Tempat sunyi, gelap dan dingin pun telah aku temukan. Aku pun duduk di sebuah batu berukuran 30cm kali 20cm dengan tebal 10cm.
"Jangan chat-chat aku lagi, ga perlu ingatin aku makan, aku udah besar, bisa ngurus diri sendiri." ucapnya.
"Iya." jawab ku singkat.
"Aku mau fokus belajar dulu." lanjutnya.
"Tapi....."
"Aku baru sadar ternyata pacaran itu ga penting." lanjutnya dengan intonasi yang lembut.
Aku sadar apa yang semua dia ucapkan adalah hanya keegoisan semata.
"Lalu? Kamu sekarang maunya apa?"
"Ya aku mau mau fokus, kamu ga usah repot-repot chat aku, ingetin ini itu." jawabnya
"Tunggu, kamu ga datang kesini kan?" Tanya dia cemas.
Memang malam itu sesekali terdengar suara kendaraan yang lewat, mungkin dia berfikir aku akan datang ke tempatnya, padahal tidak. Jauh, capek, enakan duduk.
"Apakah nanti kita bisa pacaran lagi?" tanya ku dengan pasrah.
"Enggak tau." jawabnya.
Aku pun tersenyum kecil.
"Yaudah, kamu belajar yang benar, jangan malas. Udah dulu ya. Daah." ucapnya sebelum menutup telfon.
"Iya. Dah" jawabku lemas.
Aku bingung.
Apa semuanya berakhir?
Apa ini mimpi?
Aku pun menampar dan mencubit pipiku. Ternyata ini nyata.
Aku pun langsung berdiri, meninggalkan batu yang aku dudukin tadi. Batu itu menjadi saksi bisu obrolanku dengan pacarku malam itu. Sekarang aku tidak tau dimana sekarang batu itu berada.
Aku pun berjalan tanpa arah dan tujuan. Terlintas dipikiranku untuk mengunjungi sebuah danau buatan di taman yang berada dekat dengan rumah. Tiap malam danau itu gelap karena tidak ada satu pun cahaya yang masuk disana kecuali bulan. Danau itu sepi, sunyi, dingin dan banyak pohon yang besar. Pikirku mungkin aku bisa duduk disana sendirian dengan damai.
Lima puluh meter sudah jarak ku dengan danau itu. Aku bisa melihatnya dari jauh. Ternyata memang gelap.
Aku memberanikan diri untuk duduk disana dengan di temani pohon dan angin kala malam itu.
Lima meter lagi aku akan sampai ke danau itu. Tapi aku langsung memutar arah jalan ku. Aku putuskan untuk pulang saja ke rumah. Danau itu terlalu seram dan sepi untuk ku. Aku belum siap bertemu "teman" baru disana.
Malam itu adalah malam patah hati ku yang paling dalam.
Kalian akan merasakannya ketika kalian lagi sayang sayangnya dengan seseorang tapi dia tidak dan kalian akan ditinggalkan olehnya.
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances